Senin, 25 Januari 2010

Mahfud MD: Kalau Ada Unsur Kriminal, Century Bisa Berujung Impeachment

Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menyatakan bahwa jika ditemukan unsur kriminal dalam pengucuran dana talangan Bank Century, tindakan hukumnya bisa berujung pada pemecatan terhadap presiden atau impeachment.

Hal ini disampaikan Mahfud usai menerima penghargaan dari Universitas Brawijaya di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, hari ini.

“Soal Century dan sebagainya, kalau benar itu ada kriminalnya, ya mengarah impeachment,” ucap Mahfud.

Bila memang harus ada impeachment, MK menyatakan siap memproses dengan tegas dan transparan. Tapi, harus jelas ditemukannya unsur kriminal dalam kebijakan dana talangan ke Bank Century. Baik hal itu menyangkut penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan wewenang yang semuanya bentuk lain dari korupsi.

Mahfud menegaskan bahwa jika memang akan berujung pada impeachment, pihaknya sudah punya perangkap lengkah baik yang berurusan dengan hakim dan peraturan.

Mahfud juga meluruskan soal wewenang kebijakan pejabat yang tidak bisa ditindak hukum. “Kebijakan yang tidak kena hukum adalah kebijakan murni. Yaitu, wewenang seorang pejabat yang memang mengambil keputusan. Contoh, kebijakan soal jalan tol, apakah di sebelah barat atau timur,” jelas mantan menteri pertahanan di masa Gus Dur ini.

Soal impeachment ini memang menghangat seusai SBY mengundang pejabat tinggi negara dalam sebuah rapat khusus di istana Bogor beberapa hari lalu. Dalam rapat itu, hadir Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua BPK, Ketua MA, dan Ketua MK.

Beberapa kalangan menduga kalau pertemuan khusus ini sebagai bentuk kekhawatiran SBY terhadap perkembangan kasus Bank Century di Pansus DPR. mnh/dtk

Read more...

Rabu, 14 Januari 2009

Tobi Moektijono dan Soal Matematika Uniknya

Soal matematika mungkin menjadi sosok yang mengerikan untuk kita, apalagi untuk anak kelas II SMP, akan tetapi lain halnya untuk Tobi Moektijono yang berusia 14 tahun. Di usianya yang masih muda itu, ia tidak hanya piawai dalam memecahkan soal matematika, ia juga piawai dalam membuat soal matematika.



Menurutnya, matematika bukan hanya sekedar mencari angka akhir dari sebuah proses penghitungan matematis, matematika juga dapat digunakan untuk mengasah pola pikir kreatif dan logika. Karena untuk menyelesaikan satu soal matematika, cara atau jalan yang ditempuh ada banyak.


Membuat soal matematika yang ia akui sebagai hobi ia lakukan pada waktu senggangnya, “Saya buat soal-soal matematika karena senang membuat persoalan untuk dipecahkan sendiri,” ujar anak yang sudah meraih prestasi bidang matematika tingkat internasional sejak duduk di bangku kelas V SD Santa Maria itu.


Pelajar yang sekarang duduk di bangku kelas II SMP Kolese Kanisius, Jakarta ini juga bahkan sudah membuat kumpulan soal-soal yang ia buat menjadi buku, sejauh ini Tobi sudah membuat dua buku yang salah satunya berjudul “Kumpulan Soal-soal Unik Matematika” yang diterbitkan Maret 2006. Disebut unik karena dari soal-soal yang ia buat, banyak di antaranya yang belum ada di buku-buku matematika pada umumnya.


Menurut Tobi yang membuat matematika menjadi hal yang sulit adalah kerangka berpikir tentang matematika itu sendiri. “Kalau dari TK, matematika dibilang enak, ya seterusnya dia akan menyukai. Tapi, rata-rata orang bilang soal matematika itu susah, atau gurunya galak, pekerjaan rumahnya banyak,” katanya.


Meskipun Tobi memiliki kemampuan luar biasa dalam bidang matematika, ia mangaku masih memiliki kekurangan, ia masih kurang dalam menghapal rumus-rumus matematika yang diberikan oleh gurunya.


Dalam membuat soal, Tobi mengaku dapat melakukannya kapan saja dan dimana saja, ketika makan di restoran pun ia dapat menggunakan kertas yang ada untuk menulis soal yang sudah lengkap dengan jawabannya.


Adapun ibunda Tobi, Grace yang dengan telaten mengumpulkan soal-soal yang dibuat oleh Tobi dari kelas IV-VI SD yang berjumlah 150 soal dan semua kreasi sendiri.


Ide untuk mengumpulkan soal-soal yang dibuat Tobi menjadi buku dan diterbitkan datang dari Kepala SD Santa Maria, Suster Alexis.


Tobi dibantu oleh Ridwan Hasan Saputra, Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA dalam kompetisi matematika internasional.



Kreativitas dan kejujuran dilatih lebih penting dari royalti buku yang ia dapat. “Ia harus berani mempertanggungjawabkan, karena ada jawaban,” kata Heruprasjogo, ayah Tobi.


Tobi mengaku senang bisa memiliki buku dan ia mengaku kalau PR matematikanya sering dipinjam oleh teman-temannya.


Untuk buku keduanya, yang hanya berjumlah 80 soal dan terbit 1, tahun setelah bukunya yang pertama, Tobi mendapat masukan dari Kepala Sekolah SMP Kolese Kanisius, Br Y Triyono, SJ.


“Setiap soal saya beri solusi alternatif, karena daeri satu soal yang sama, cara menjawabnya bisa beda,” jelas Tobi yang bercita-cita menjadi ahli genetika.


Minat dan bakat Tobi terlihat sejak ia berusia 2,5 tahun, ia lebih menyukai angka dan huruf ketimbang mainan untuk anak seusianya dan ia memliki impian untuk menemukan rumus matematikanya sendiri.


Saat ia duduk di bangku kelas IV SD, ia diikutkan lomba matematika yang lantas ia ungguli, ia kemudian disertakan pada lomba-lomba internasional oleh Departemen Pendidikan Nasional. Tobi pun menjadi juara pada International Mathematics and Science Olympiad pada tahun 2005 dan juga memperoleh penghargaan teori terbaik.


Tahun ini Tobi sedang mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam Olimpiade Sains Nasional 2008 di Makasar, Sulawesi Selatan, tahun ini ia akan berkompetisi di tingkat SMA, karena ia sudah pernah meraih medali emas di tingkat SMP.


Terus menciptakan soal-soal matematika menjadi tekad Tobi, karena selain bermanfaat untuk dirinyajuga dapat berguna untuk sesama pecinta matematika.



Sumber: www.kompas.com

Read more...

Sabtu, 03 Januari 2009

Pemanfaatan Kotoran Sapi Karya Mahasiswa Pertanian UGM Menghasilkan Gerabah Yang Bernilai Tinggi

Pemanfaatan hasil limbah industri peternakan sapi selama ini sebagai bahan pupuk dan biogas telah berkembang dalam masyarakat.

Namun peningkatan nilai ekonomis dari pemanfaatan hasil limbah tersebut masih belum optimal dan masih banyak pemanfaatan bahan alami lainnya sebagai bahan pupuk organik seperti kotoran kambing, kotoran kerbau, jerami, sekam padi, lamtoro, semua bagian vegetatif tanaman dan eceng gondok. Sementara pemanfaatan limbah tersebut sebagai bahan biogas dalam waktu dekat ini belum berkembang dengan baik karena mahalnya pemasangan peralatan biogas.

Industri gerabah, yang sering disebut dengan tembikar atau keramik, merupakan salah satu jenis usaha yang mampu bertahan bahkan berkembang dalam kondisi krisis saat ini sementara sekian banyak jenis usaha lain mengalami kemacetan bahkan kehancuran. Dengan teknologi yang sederhana dan dikerjakan dengan tangan, kemudian dikeringkan, dibakar dengan tungku tradisional ternyata mampu mendatangkan keuntungan yang besar.

Bagi Daerah Istimewa Jogyakarta, keberadaan industri gerabah di Kasongan telah menjadikan salah satu ciri khas wilayah ini dan salah satu komoditi unggulan Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikenal tidak saja karena mutu yang tinggi, desain yang variatif dan kualitas yang bagus, tetapi juga dari nilai ekspornya yang tinggi. Krisis moneter yang terjadi tidak berpengaruh terhadap kegiatan industri ini, bahkan dengan menurunnya nilai rupiah justru memberikan nilai ekspor yang tinggi karena semakin tingginya pasaran gerabah ke manca negara, seperti Australia, Amerika, Jepang, Belanda dan Perancis. Perkembangan teknologi dan cita rasa seni dari para pengrajin gerabah memberikan sentuhan seni yang tinggi, baik dari sisi bentuk gerabah itu sendiri maupun pemberian warna dan penutup gerabah dari bahan baku limbah lain seperti cangkang telur,eceng gondok dan pelepah pisang yang dikeringkan.

“Selama ini campuran gerabah memakai bahan campuran pasir. Pasir terdiri dari partikel yang cukup besar sehingga strukturnya berpencar dan tidak bisa mempertahankan kelembapan. Pasir cenderung meloloskan air terlalu cepat. Hal ini yang membuat kualitas gerabah kurang memuaskan. Untuk itu diperlukan suatu kreatifitas bahan dasar pembuatan gerabah yang lebih murah namun tidak mengurangi kualitas gerabah itu sendiri. Dengan itu kami memilih pengolahan limbah peternakan sapi sebagai bahan campuran untuk mengganti pasir yang mampu meningkatkan kualitas gerabah,” kata salahs atu anggota dari team gerabah sapi Syammahfudz Chazali mahasiswa angkatan 2003 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada kepada Radar Jogja yang mewakili empat teman lainnya.

Syam begitu dirinya akrab di sapa menambahkan, awalnya ia mempunyai ide untuk mengubah kotoran sapi menjadi sesuatu yang berguna karena melihat kotorannya sendiri lalu berfikir apakah kototan ini dapat dijadikan pupuk atau biogas. ”Yang terpenting pemikiran awal adalah bisa dulu, urusan bagaimana cara pembuatannya itu urusan belakangan, kalau kita yakin bisa pasti sesuatu akan terjadi. Seperti kotoran sapi ini yang awalnya hanya sebagai limbah biasa saja tetapi kami ubah menjadi biogas dan sebagai bahan dasar dari gerabah,” tambahnya.

Penelitian yang sudah dilakukan dengan bantuan dana dari Proyek Due-Like Batch IV UGM tahun 2007, membuktikan bahwa kompos dari pengolahan limbah peternakan sapi sangat baik dijadikan bahan campuran pembuatan gerabah. “Sifat kotoran sapi yang telah di buat kompos mempunyai sifat mengikat ion sebagai bahan perekat dengan silikat sebesar 9,6 persen, sedangkan sifat tanah liat adalah mampu mengikat dan melepaskan molekul air, mampu mengembang dan mengerut, bersifat plastis dan mampu menyerap kation dan bersama bahan organik meningkatkan kemampuan mengikat air dan unsur hara,” ujar Syam melanjutkan bila dicampur hasil gerabah yang dihasilkan akan lebih ringan, lebih halus, lebih kuat dan mudah dalam pewarnaan berbeda dengan pemakaian bahan campuran pasir yang membuat gerabah lebih berat, lebih kasar dan membuat tangan pengrajin cepat rusak.

Fatmawati yang juga merupakan sanggota dari team menjelaskan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah molen, yaitu mesin penggiling atau pencampur bahan baku utama berupa tanah liat hitam, tanah liat kuning dan kompos dari pengolahan limbah peternakan sapi. Perbot atau alat putar, merupakan alat yang berbentuk lempengan bulat untuk membantu dalam proses pembentukan/pemodelan gerabah yang digerakkan dengan kaki.

“Mal atau alat cetak, digunakan untuk mencetak model tambahan untuk gerabah, seperti model daun dan bunga, tungku pembakaran berfungsi untuk melakukan pembakaran gerabah yang telah dikeringkan melalui proses penjemuran. Tungku ini berbentuk bangunan dengan ukuran 2 x 3 meter dengan tinggi 2,5 meter, alat pewarnaan (finishing) sebelum dilakukan pengecatan terlebih dahulu dilakukan proses finishing dengan menggunakan alat penghalus seperti pisau dan ampelas dan alat pengepakan, berupa kayu yang berfungsi untuk mengemas produk gerabah sebelum dilakukan pengangkutan,” jelas mahasiswi angkatan 2004 Sosial Ekonomi Pertanian UGM.

Sedangkan untuk bahan utama yang digunakan adalah tanah liat hitam (Bangunjiwo) dan tanah kuning (Godean) sebagai bahan baku utama. Untuk menghasilkan produk berupa barang-barang keperluan rumah tangga dan peralatan dapur diperlukan tanah liat hitam, sedangkan untuk menghasilkan produk kerajinan yang berkualitas, seperti patung, guci dipergunakan campuran tanah liat kuning dengan perbandingan tertentu.

“Kompos dari limbah peternakan sapi, sebagai bahan pencampur agar tanah liat dapat merekat erat, bahan baku ini diperoleh dari industri peternakan sapi yang ada disekitar wilayah kasongan seperti daerah Wonosari, Sleman, Klaten dan Boyolali. Air, berfungsi untuk melunakkan campuran tanah liat dan kompos sehingga memudahkan dalam membentuk suatu model gerabah. Kayu bakar dan jerami, sebagai bahan penolong dalam proses pembakaran gerabah. Dan cat, sebagai bahan pelengkap agar gerabah mempunyai cita rasa seni sehingga memberikan daya tarik dan keindahan,” lanjut Fatma.

Mereka berharap nantinya hasil dari penelitian ini yang berupa gerabah dapat diminati oleh masyarakat luas, dan semoga saja bisa membuka lapangan pekerjaan baru untuk mereka yang membutuhkan. “Gerabah kotoran sapi ini nantinya banyak masyarakat yang menyukai dan memesan kepada kami dalam jumlah besar. Serta dapat membuka lapangan pekerjaan baru ke depannya,” harap mereka. (cw4)

Read more...

Selasa, 16 Desember 2008

INDUSTRI BUAH MENJANJIKAN

Jakarta, Kompas - Pengembangan agrobisnis buah-buahan di Indonesia masih jalan di tempat. Pemerintah belum berupaya serius membangun industri buah-buahan nasional yang terintegrasi mulai dari tingkat budidaya, industri pengolahan, hingga perdagangan. Kalaupun ada, skalanya kecil.

Padahal, industri buah-buahan menjanjikan pendapatan besar bagi masyarakat dan dapat memperkuat pasar domestik.

Menurut Prakoso, pemulia tanaman asal Demak, Jawa Tengah, Kamis (11/12) di Jakarta, sulitnya konsumen>w 9236m< mendapatkan buah-buahan kualitas unggul di pasar ritel menunjukkan bahwa produksi buah-buahan terbatas.

Hal itu terjadi karena populasi tanaman buah-buahan juga terbatas. Ia mencontohkan, buah duku sumber dari Kudus, Jawa Tengah, yang harganya lebih mahal dari duku Palembang, populasinya di Kudus hanya 300-400 pohon.

Populasi tanaman durian petruk juga sangat terbatas, begitu pula avokad mega murapi, mega paninggahan, ataupun mega gagauan juga amat terbatas.

Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian memperkirakan, rata-rata peningkatan konsumsi buah-buahan per lima tahun pada periode 2005-2015 adalah antara 31,5-44,5 persen.

Dengan kata lain, total konsumsi akan naik dari 10,3 juta ton (2005) menjadi 13,9 juta ton (2010) dan 20 juta ton (2015).

Sayangnya, saat ini kebutuhan buah-buahan nasional masih banyak yang diimpor. Berdasarkan data Ditjen Hortikultura, volume impor buah-buahan Indonesia terus meningkat. Bila pada 2003 total volume impor buah-buahan 228.447 ton, tahun 2006 naik menjadi 427.484 ton.

Dari total impor 2006 sebanyak 427.484 ton, hampir 25 persen (100.655 ton) buah jeruk, 10.334 ton durian, 966 ton mangga, 441 ton pisang, dan selebihnya nanas, avokad, jambu biji, melon, duku, dan jenis buah lain.

Garut sentra jeruk

Direktur Perbenihan dan Sarana Produksi Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian Nana Laksana Ranu mengakui minimnya populasi tanaman buah-buahan.

”Yang bisa kami lakukan memberikan stimulus pada swasta dan pemerintah daerah, antara lain melalui bantuan bibit,” katanya. Tahun 2008, total bantuan bibit buah-buahan 42.000 batang.

Nana menyatakan, pemerintah saat ini giat membangun sentra-sentra produksi buah. Misalnya di Garut, Jawa Barat, akan dirancang menjadi sentra produksi jeruk keprok yang dapat menyubstitusi jeruk impor.

Selain Garut, di masa datang juga akan dikembangkan produksi buah mangga di Majalengka, nanas di Subang, dan avokad di wilayah Jawa Timur.

Sementara itu Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad menyatakan, untuk mengembangkan industri buah-buahan, yang utama adalah membangun pasar terlebih dulu.

Kalau pasar sudah ada, tinggal bagaimana menyesuaikan produksi dengan keinginan pasar. ”Teknologi pertanian dan pengolahan pangan juga harus diarahkan untuk memenuhi pasar,” katanya. (MAS)

Read more...

RAMBAK PUCUNG LAKU KERAS

BANTUL (KR) - Memanfaatkan sisa kulit yang dibuat kerajinan, sejumlah warga Pucung Wukirsari Imogiri kembangkan industri rumahtangga pembuatan rambak. Usaha sampingan ini bisa menjadi sumber tambahan penghasilan sekaligus meminimalisir limbah kulit. Harga rambak di pasaran juga cukup tinggi, mencapai Rp 40 ribu -Rp 50 ribu per kilogram.

Sedikit berbeda dengan rambak kebanyakan. Rambak Pucung ini bentuknya panjang, kecil-kecil seperti belut dan tidak beraturan. Namun demikian rasanya tetap enak, renyah dan gurih. Di pasaran, rambak Pucung ini banyak diminati. Untuk memenuhi permintaan pasar lokal di wilayah Bantul saja masih kurang.

Ny Warsiah salah seorang pembuat rambak mengatakan, setiap 2 kali seminggu dia bisa menjual 10-12 kilogram rambak. "Saya hanya menjual ke Pasar Imogiri. Itu pun masih banyak konsumen yang tidak kebagian. Hanya dalam waktu beberapa jam langsung diserbu pembeli," katanya kepada KR di kediamannya, Rabu (3/12).

Rambak buatannya ini berasal dari kulit kerbau, kambing dan sapi. Bahan bakunya dari sisa (pinggiran) kulit wayang yang tidak termafaatkan.
"Ketika membuat kerajinan wayang kulit, seringkali ada kulit pinggiran yang tersisa. Ini yang dibuat rambak," terangnya. Kebanyakan konsumen memanfaatkan rambak untuk dimasak sambal goreng, oseng-oseng atau langsung dimakan begitu saja.
Warsiah yang sudah 4 tahun membat rambak ini mengatakan, proses pembuatannya tidak sulit. Kulit sisa kerajinan dicuci bersih. Untuk menetralkan, kulit dicuci dengan air kapur kemudian dibumbui bawang putih dan garam lalu dijemur. Setelah kering diungkep dengan minyak goreng selama setengah jam kemudian digoreng dalam minyak panas.
Warsiah juga tidak menggunakan bahan pemutih dalam proses pembuatannya, sehingga rambak buatannya berwarna kecoklatan. "Yang penting aman dan tidak merugikan konsumen," ucapnya. Dalam memilih bahan baku, dia juga harus hati-hati. Tidak menggunakan kulit buatan pabrik yang sudah tercampur bahan-bahan kimia sehingga mengandung racun. Kulit pabrikan ini biasanya berwarna kehitaman.

Meski hanya memanfaatkan bahan sisa tapi harga jual rambak Pucung cukup tinggi. Sebab harga kulit mentah juga sudah mahal. Satu lembar kulit kerbau misalnya, bisa mencapai Rp 800 ribu. Sedang untuk bahan pendukung lainnya seperti minyak goreng dan kayu untuk bahan bakar relatif murah.

Read more...

Rabu, 10 Desember 2008

GENTENG AJAIB

Roda sepedaku melewati rumah-rumah penduduk yang sederhana tapi terkesan asri menuju kampus UTY. Waktu tempuhnya tidak main-main, membutuhkan 1 jam perjalanan. Kalau diperkiraan jarak antara Panti Bina Insani ke UTY sekitar 30 Km pulang pergi. Hampir semua rumah menggunakan genteng sebagai atap. Uniknya, genteng ini dibuat dan diproduksi di sepanjang jalan yang ku lewati.

Saya kemudian berpikir, gimana kalau ini dikembangkan di kampung halaman “Enrekang”. Soalnya, di Enrekang sangat potensial sebagai penghasil genteng, tanah litanya lumayan banyak, terutama di desa tempat tinggalku dulu “Maroangin. Tapi sayang, penduduknya belum berpikir sampai ke sana. Padahal, tanah yang sejenis itu sulit untuk dikelola sebagai lahan pertanian. Tanah tersebut biasanya dibiarkan begitu saja, tidak dikelola dan hanya ditumbuhi ilalang.

Dilihat dari manfaatnya, genteng lumayan baik sebagai alternative atap pada rumah. Genteng yang kualitas bagus bisa tahan sampai berpuluh-puluh tahun, anti karat bila dibandingkan dengan atap seng. Bila cuaca panas, genteng dapat meresap panas sehingga ruang rumah terasa adem. Tapi jika malam tiba, udaranya hangat karena genteng melepas panas dan kondisi seperti ini sangat cocok di daerah Enrekang sebagai daerah dingin. Lagian, biaya dan tenaga yang dikeluarkan tidak terlalu banyak. Ya…semacam kerja sampingan di ladang atau sawah.

Read more...

Senin, 08 Desember 2008

Media Publikasi berbagai hasil karya orang Jogja, yang membuat masyarakat jadi berpikir, menilai, menimbang dan selanjutnya menindaklanjuti sebagai usaha rumahan atau usaha kecil menegah ke atas. Usaha ini dirasa sangat cocok untuk diterapkan di Enrekang demi menjawab tantangan di masa datang dan mengurangi urutan kemiskinan Kabupaten Enrekang.

Read more...

Followers

Text

  ©Template by Dicas Blogger.